Followers

Thursday, September 17, 2020

Selalu Ada yang Bisa Disyukuri

 


Ini pengalaman saya mengantar orang tes CPNS. Inget ya mengantar, bukan ikut tes CPNS. Lebih tepatnya, mengantar istri yang mencoba peruntungan untuk masuk di jajaran aparatur sipil negara. Saingannya emang banyak banget, untung saja ni udah masuk fase penentuan jadi atau tidak.

Pada angkatan kerja jaman saya, PNS atau yang sekarang ASN termasuk job favorit yang dikejar pencari kerja. Saya sendiri entah kenapa tidak tergerak untuk mendaftarkan diri. Karena menurut kabar burung harus ada duit pelicinnya, klo gak ya kayak ngimpi ja mo jadi ASN. Pi istri nich Alhamdulillah gak ada modal, hanya modal keinginan, otak dan doa. Semoga lolos saja dan menjadi solusi terbaik bagi hidupnya.

Baca juga : Oleh-Oleh dari Singapore

Tapi bukan itu yang akan saya ceritakan. Di sela-sela nunggu istri yang lagi ikut seleksi, saya coba untuk sambil mengajar online. Kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan dari pekerjaan saya. Baru menyapa anak-anak, hape keburu mati, lowbat.  Untungnya saya sudah memberikan tugas di google class, jadi para siswa juga belajarnya tetap jalan. Walau saya terpaksa tidak bisa menemani mereka.

Saya coba cari warung yang menyediakan fasilitas charger hape, ya sambil ngopi-ngopi gitu. Berjalan kurang lebih 100 meter lumayan juga, baru ada kedai kopi yang ada colokan listriknya. Sambil mesen kopi dan ijin charger, supaya gak kentara banget numpang nyarger. Yang punya kedai juga oke-oke aja. Tapi sayang sekali, kabel charger sepertinya trouble, sehingga arus listrik tidak masuk ke hape.

Sambil ngabisin kopi yang sudah kadung dipesan, mikir dimana ada konter terdekat. Selesai bayar, langsung keluar mencari konter. Sekitar 150m dari kedai kopi baru ketemu tuh konter. Eh, ternyata bener, kabel chargernya bermasalah. Terpaksa beli baru, sambil numpang charge. Tapi tukang konternya ngasih syarat yang sangat ketat sekali yaitu “jangan lama-lama”. Hikshikshiks, baru terisi 20% terpaksa dicabut deh. Gak kebayang hape terisi 20% mo dipake berapa lama, tapi ini harus.

Setelah terisi 20% kayaknya juga gak kan bisa melanjutkan pembelajaran online. Jadi saya putuskan untuk nangkring di Warmindo, karena istri baru akan selesai jam 13.00. Ini baru menunjukkan jam 09.05. Gak kebayang harus nunggu berjam-jam sampai istri selesai. Emang benar kata tetangga, menunggu adalah sesuatu yang paling membosankan. Bener gak sih? Hehehe.

Di tengah penantian itu, aku mesen mie goreng, sekalian numpang charger, biar gak keliatan hanya mo numpang charger ja. Eh, tukang mienya bilang colokannya lagi dipake. Hadouh piye iki, mienya udah kadung dipesen lagi. Pengin rasanya gak jadi pesen mie, lagian perut saya juga belum laper jam segini. Misi saya kan cuma mo charger hape tau. Lah, ini yang dicari gak ada. Karena gak enak pesanan mienya gak saya cancel, walau terpaksa enak juga. Anehnya, mienya juga ludes oleh perut saya. Hehehe. Padahal terpaksa ya?

Perjalanan detik terus beranjak membentuk waktu menjadi jam. Di tengah kegelisahan saya menunggu kapan istri selesai, pendangan saya tertuju kepada seorang bapak-bapak yang berjualan buah. Hanya  lapak roda dengan tenda kecil di atasnya dia mencoba mengais rejeki di tengah ibu kota. Di usia yang sudah mulai menua, 50an tahun ke atas dia terlihat berusaha tabah menunggu pembeli di pinggir trotoar. Sepertinya dia tidak mempedulikan panasnya cuaca yang menyengat sekali. Bahkan terasa di kulit saya di dalam warung mie. Apalagi di bawah tenda kecil milik si bapak. Kalau tidak karena ekonomi yang belum mapan, saya yakin bapak tidak akan mau berpanas-panasan begini.

Setelah mangkal beberapa jam sejak 09.05 tadi, sampai sekarang jam 11.10 baru ada satu dua orang yang beli irisan buah si bapak, yang sudah dilapisi plastik. Terpikir sejenak di benakku, ternyata untuk dapet duit sepuluh dua puluh ribu sangat sulit sekali bagi bapak. Butuh kesabaran dan pengorbanan. Sesuatu yang sangat sulit sekali apabila yang menjalankan itu saya. Mirisnya, ada banyak orang di bangsaku ini, yang ekonominya masih kembang kempis.

Baca juga : CATUR PERMAINAN DAN MANFAATNYA

Lain lagi di sebelahku, seorang bapak yang umurnya juga sudah di atas 50 tahun dengan sopan  dan baik sekali nawari saya segelas kopi yang baru dipesannya. “Ngopi mas”, sambil tersenyum dia menawariku. “Ya pak lanjutkan, saya sudah”, membalasnya. Di sini saya lihat tempat berkumpulnya rakyat kecil ibu kota. Di tengah obrolan diketahui, si bapak adalah driver ojek online. Bercerita panjang lebar seputar perojekonlinan. Mulai dari perseteruan dengan ojek pangkalan sampai dengan penurunan orderan akhir-akhir ini.

“Akhir-akhir ini bapak bisa ngumpulin duit berapa?” nanya penasaran.  “Paling 150.000 perhari”, jawabnya. “Emang klo normal biasanya berapa?” “Klo tidak musim pandemi biasanya kadang sampe 300.000”, lanjutnya. “Itu bersih apa kotor?” pertanyaan berikutnya. “Udah bersih, udah dipotong admin segala.”

Sama-sama kerja langsung di lapangan. Sama panas-panasannya. Saya lihat ojek online masih mending, karena orderan masih lumayan dan jasanya dibantu oleh manajemen dan tekhnologi. Berdasar pengakuan driver ojol, duit tidak ada selesainya, badan kita yang kasihan. Ngobrol dengan driver ojol ini lebih segar, karena tahu banyak hal di lapangan seputar Jakarta.

Saya bersyukur banget, karena seterbatas-terbatasnya mencari duit masih tidak harus berpanas-panasan tiap hari demi mencari nafkah. Masih lumayan adem di bawah AC. Apapun keadaannya, faktanya adalah hidup harus terus berlanjut. Sembari terus memikirkan dan memperjuangkan setiap waktu sisi pertumbuhan hidup ini. Banyak hal, yang masih bisa kita syukuri.



Ditulis oleh :
Tholibul Khair MVB


Pemerhati alam sekitar

No comments: