Followers

Tuesday, September 27, 2022

Ada Taktik Klopp dan Pep Guardiola Pada Laga Indonesia Vs Curacao Leg Ke-2

                       
Ada yang menarik di laga Curacao-Indonesia leg ke-2. Ada dua corak yang diperagakan para pemain timnas. Dua taste permainan itu, dominan dipakai tim-tim besar Eropa. Khususnya Inggris. 

Awal-awal babak pertama, terlihat jelas gaya "gegen pressing" Liverpool, sampai menghasilkan 1 goal Dimas Drajat. Ketika kehilangan bola, pemain timnas seolah kompak merebut bola sebagai sebuah sistem. Pola macam ini cukup efektif mengganggu para pemain Curacao dalam mengembangkan permainan. 

Jelas sekali, Tayong mempelajari sistem ini dan mengadopsinya dalam permainan timnas. Apalagi dengan keterbukaan dan kemajuan tekhnologi informatika seperti saat ini. Dalam permainan sah-sah saja cara mengambil inspirasi seperti ini. 


Masalahnya,  ketahanan fisik pemain timnas dan para pemain tentu jauh berbeda. Para pemain Liverpool hampir bermain dengan tempo tinggi dan gegen pressingnya hampir sepanjang 90 menit ful. Jauh berbeda dengan Timnas Indonesia. 

Timnas Indonesia, hanya mampu memperagakan gegen pressing hanya kurang lebih 20 menit pertama. Dengan hasil 1 goal. Selanjutnya tempo permainan jadi menurun. 

Satu warna berikutnya adalah warna biru langit Manchester City. Dengan positioning football. Dengan tiki-taka khas maestro Spanyol, Pep Guardiola. Sesekali terlihat dalam permainan timnas babak pertama. 

Pola tiki-taka ini memberi keuntungan pada timnas saat fisik pemain mulai terkuras. Dan terlihat di pertengahan babak pertama dan selanjutnya.  Sehingga kontrol permainan tetap di kaki para pemain Indonesia. 

Dengan gaya bermain gado-gado ini Indonesia mampu menangani timnas Curacao, yang secara fisik sebenarnya lebih unggul. Baik tinggi dan ketahanannya.  Tapi malah seolah dipaksa bermain dengan serangan balik saja sebagai senjata. 


Pada babak kedua, menit ke 46 Indonesia sudah kebobolan. Baru ditinggal baringan, karena jedah babak pertama dan iklan. Balik lagi menit ke 60 skor sudah 1-1.

Untungnya timnas mampu memanfaatkan keunggulan jumlah pemain, karena pemain Curacao, Junino dikartu merah oleh wasit. Sehingga skor pun berakhir 2-1 untuk keunggulan Indonesia, berkat goal yang dicetak Dicky. Hasil yang sangat diharapkan tentunya.

Dengan hasil ini, timnas dan pecinta bola tanah air boleh bahagia dan berbangga tentunya. Tapi jangan berlebihan, karena ini hanya laga persahabatan yang diselenggarakan secara resmi oleh FIFA. Palingan cuma merubah posisi ranking sedikit. Gak terlalu penting.

Yang paling penting, Indonesia harus melihat perkembangan tim. Apa yang harus dibenahi dari laga ini. Dan apa yang sudah digapai sebagai bentuk kemajuan dari sebuah proses yang dilalui. Pembuktian yang sebenarnya adalah juara di laga resmi.

Sahabat Genius Football, untuk mendapatkan update terbaru dan menarik, silahkan klik "ikuti" di pojok kiri atas. Salam sehat tanpa batas !





Saturday, September 24, 2022

Melihat Kemajuan Permanainan Timnas Senior Vs Curacao di Era Shin Tae Yong

Memulai babak pertama dengan ketertinggalan lebih dulu, memaksa timnas untuk bekerja lebih keras. Gol Curacao yang bermula dari bola tendangan luar kotak pinalti yang membentur tiang gawang, berhasil disambar Junino menjadi gol. Bagusnya timnas bereaksi tepat, dengan memasukkan gol balasan lewat tandukan Fachruddin di dalam kotak pinalti Curacao. 

Dalam aksi jual beli serangan antara Timnas Indonesia dan Curacao di babak pertama berakhir sama kuat 2-2. Satu gol lagi disumbangkan Marc Klok lewat serangan terbuka dari para pemain Indonesia. Yang kemudian dibalas satu gol lagi oleh pemain tim lawan. 


Dari sisi fisik para pemain mampu mengimbabangi pemain-pemain Curacao yang terlihat lebih tinggi. Ini juga yang menjadi poin plus di era kepelatihan Shin Tae Yong. Penyakit lama timnas, yang terkenal hanya bisa bermain 45 menit sepertinya mulai bisa teratasi. 

Kekurangan yang terlihat jelas di tim, kurangnya tempo dan intensitas permainan.  Perpindahan bola dari kaki ke kaki agak lambat. Sehingga sedikit mengurangi nilai estetika permainan sepak bola itu sendiri. Walau pola permainannya juga cukup terorganisir. 

Pada menit 55 kerja sama pemain tim Idonesia bisa diacungi jempol, dengan dua tiga sentuhan bola. Sebelum Dimas Drajat menyambut dengan tendangan backheelnya yang berbuah gol. Skor berubah menjadi 3-2. Ini juga menjadi sinyal positif bagi timnas,  yang sedikit bermasalah dengan finishing touchnya. 

Kemenengan Timnas Indonesia pun berlatahan hingga peluit panjang dibunyikan.  Tae-Yong terlihat mateng dalam meramu taktik terbaik bagi para pemain. Mereka terlihat dinamis dalam membangun serangan. Dengan catatan, dalam aspek bertahan masih harus ada pembenahan. 

Dari aspek mentalitas para pemain juga mulai disuntikkan semangat berjuang tanpa batas. Selama peluit belum dibunyikan harus tetap bekerja untuk memenangkan pertandingan. Dengan fakta, tim pada menit ke-5, kebobolan lebih dulu, tapi mental pemain tidak runtuh. Malah menambahkan semangat untuk mengejar ketertinggalan.


Kemenangan melawan Curacao, semoga menjadi indikasi awal, bahwa timnas senior sudah bisa menjadi kebanggaan rakyat Indonesia.  Seharusnya menjadi teladan bagi timnas kelompok umur di bawahnya. Bukan malah kebalikannya. 

Ini hanyalah laga persahabatan.  Bukan sebuah kompetisi resmi, walau diselenggarakan oleh FIFA. Menang atau kalah, merupakan alat ukur saja kemajuan dan kekurangan tim. 

Melihat keseriusan dua tim, dalam jual beli serangan terkesan ini laga yang sangat serius.  Laga yang seolah perlu untuk terus dimenangkan bahkan tiap detiknya. Bisa dimaklumi, karena terkait gengsi dari kedua negara. Ini cerminan tim terbaik di negara masing-masing. 

Sahabat Genius Football, untuk mendapatkan info update terbaru, silahkan klik kolom "ikuti" blog ini. Salam sehat tanpa batas ! 







Saturday, September 17, 2022

Carlo Ancelotti Sang Raja Liga Champion Eropa

Ada banyak pelatih hebat yang pernah memenangkan tropi liga yang sangat bergengsi di Eropa. Di antara sekian banyak pelatih yang ada, nama Carlo Ancelotti salah satunya. Tidak tanggung-tanggung, sudah empat tropi Champion League yang sudah digapainya. Terbanyak dari pelatih manapun.

Pria berkebangsaan Italia ini, terkenal dengan gaya melatih konservatif dengan formasi yang sering dipakai 4-3-2-1 atau bisa juga 4-3-1-2. Terkadang juga memakai 4-3-3, tergantung kebutuhan tim dan lawan yang akan dihadapi. Satu yang pasti, sang juru taktik memperhatikan keseimbangan menyerang dan bertahan.

Baca juga : Pertarungan Dua Murid Pep Guardiola di Laga Arsenal Vs MU

Sudah empat Tropi yang berhasil diraih sang Italiano ketika tulisan ini dilansir. Musim 2021-2022, 2013-2014 bersama Real Madrid. Periode 2006-2007, 2002-2003 bersama AC Milan. Belum lagi deretan tropi lain yang berhasil dipersembahkan oleh si genius taktik ini.

Gelar juara sefantastis Liga Champion tentu butuh perpaduan kegeniusan pelatih dalam meramu strategi dan kecakapan skill olah bola para pemain dalam menerapkan game plan yang sudah dirancang pelatih. Ada banyak pemain hebat yang mengiringi kesuksesan Anceloti sendiri. Terbukti di Everton Don Carlo terlihat hanya sebagai pelatih yang biasa saja.

Berikut nama-nama pemain tenar yang pernah mengantarkan nama Anceloti menduduki Singgasana Raja Liga Champion. Tentu ada nama Cristiano Ronaldo dan Karim Benzema sebagai pemain andalan Madrid. Dua nama ini tidak bisa dihilangkan.


Di AC Milan ada banyak legenda yang mengiringinya. Kita sebut saja Filippo Inzaghi salah satunya. Nama Pirlo juga tidak bisa dilupakan. Kaka juga salah satu yang patut diperhitungkan. Dan masih banyak yang lain lagi.

Mengingat rentang waktu sang juru taktik menjuarai liga Champion, bisa dikatakan Don Carlo sapaan akarabnya mewakili sepak bola masa lalu dan masa kini. Dengan karier kepelatihan yang cukup panjang. Walau di era keemasan Messi dan Cristiano nama sang pelatih seolah tenggelam. 

Publik sepakbola dunia seolah menyatakan, siapapun yang melatih dua pemain ini akan dengan mudah menggapai juara. Dan faktanya seolah mendukung itu. Dua pemain ini bahkan bergantian memenangkan gelar pemain terbaik Eropa.

Tapi, sekali lagi apapun alasannya, faktanya Ancelottilah pemegang rekor pelatih dengan juara Liga Champion terbanyak saat ini. Suka tidak suka. Satuju atau tidak. 

Sahabat Genius Football, untuk mendapatkan up-date conten terbaru, silahkan klik "ikuti" di pojok kiri atas. Salam sehat tanpa batas !

Thursday, September 15, 2022

Teganya Haland Menyakiti Mantan

Pertarungan sengit diperagakan kedua tim. City yang terbiasa dengan posesional game, seperti biasa gak betah kalo gak menguasai bola. 65% milik City 35% sisanya untuk Dortmund. Di babak pertama, serangan yang bertubi-tubi dari tuan rumah, seolah membentur tembok berlin yang dipasang tim tamu. 

Strategi parkir bis di depan gawang, yang terapkan Edin Terzic pelatih Dortmund, sedikit menyulitkan tuan rumah. Hingga babak pertama usai skor kacamata pun bertahan.  Sekilas taktik ini berhasil. 

Babak kedua pun dimulai. City juga tetap melancarkan serangan yang bertubi-tubi. Hasilnya juga tetap sama. Mentok. Bahkan di awal babak kedua, dikejutkan gol sundulan Bellingham dari skema setpiece. 


Gak terima timnya dibobol, Pep Guardiola akhirnya melakukan penyegaran. Dengan menarik keluar Gundogan, Grealish dan Mahrez. Memasukkan Foden, Bernardo dan Philips. Terbukti pergantian ini menyuntikkan energi. Sejurus kemudian, gol Stones pemecah kebuntuan dari luar pinalti pun hadir. 

Momentum ini seolah menjadi bencana bagi Dortmund. Karena City yang terlihat mulai frustasi, menemukan kembali energi dan harapan yang mulai pudar. Ditambah hadirnya Bernardo dan Foden yang bergantian meneror sisi sebelah kanan pertahanan tim tamu, dengan dribbling dan passing yang presisi. Membuat tembok berlin Dortmund runtuh juga. 

Sekitar menit ke 84, Haland yang terlihat dari awal pertandingan sudah mampu dikandangin oleh mantan rekan-rekan setimnya, memperlihatkan tekhnik mencetak gol yang mengejutkan. Menerima umpan silang Cancelo, Haland dengan tenang menceploskan bola ke gawang, walau di diapit dua pemain dortmund. Ketika heading berhasil dimatikan, bomber muda ini berhasil menggunakan kakinya sebagai senjata rahasia. Skor 2-1 dengan kemenangan City bertahan sampai laga usai. 


Inilah alasan kenapa Haland menerima lamaran City, di tengah pinangan klub-klub top Eropa lainnya. Sejak sepeninggal Super Kun, City jarang sekali bermain dengan Striker murni. Bahkan lebih banyak bermain dengan skema fals nine. Karena Haland sudah datang, maka Right Nine pun dipakai lagi.  

Sahabat Genius Football, untuk mendapatkan info paling segar, silahkan klik "ikuti" di kolom follower. Salam sehat tanpa batas ! 

  

Friday, September 2, 2022

Pertarungan Dua Murid Pep Guardiola di Laga Arsenal Vs MU


Menarik dinanti, laga Manchester United Vs Arsenal tanggal 4-09-2022 ini bukan sekadar laga biasa. Lebih dari itu, merupakan duel sepak bola attraktif dari dua murid taktisian ternama, Pep Guardiola.  Erik Ten Hag di kursi pelatih MU dan Mikel Arteta di pucuk manajerial Arsenal. 

Kedua pelatih ini sama-sama pernah merasakan suntikan filosofi permainan total football dari Sang Master.  Ten Hag di Muenchen dan Arteta di City. Momentum ini seolah sebagai ajang pemanasan bagi kedua pelatih. Sebelum pada saatnya nanti, akan mengetes ilmu kepelatihan mereka kala bersua dengan manchester City, yang ditangani Sang Maha Guru.

Menarik dicermati, kiprah MU di tangan Ten Hag lambat laun menunjukkan tajinya. Mengawali musim dengan buruk, kemudian mendapatkan momentum saat berhasil menaklukkan Liverpool. Sehingga merangsek ke papan atas klasemen. 


Di tangan Ten Hag, permainan MU terlihat lebih mengalir dari lini ke lini.  Lebih padu sebagai tim. Menunjukkan gairah memenangkan pertandingan. Mulai enak ditonton. 

Ditambah keberanian pelatih, mencadangkan salah satu bek termahal klub, Harry Maguire. Yang oleh sebagian fansnya dijuluki sebagai lelucon. Posisi terbaiknya, adalah di bangku cadangan. 

Gak heran, pemain sekelas Cristiano Ronaldo, suka tidak suka, juga menjadi korbannya. Harus belajar ikhlas untuk duduk di bangku cadangan, jika tidak mampu menunjukkan kinerja yang diharapkan pelatih. Di poin ini, sikap Ten Hag reruji. Memiliki visi dan mentalitas pemenang. 

Di kubu seberang, Arteta juga tidak kalah mentereng. Pergerakan manajemen Arsenal dengan rekrutan besar dalam diri Gabriel Jesus dan Zinchanko yang telah terasah mental juaranya di Manchester City. Terbukti telah mendongkrak performa arsenal musim ini. Hasilnya pun, gak kaleng-kaleng. Arsenal nangkring di puncak klasemen sementara. 

Sebagai anak ideologis dari sang maestro. Arteta juga mengusung aliran total football dalam menjalankan misi kepelatihannya. Pendekatan tiki-taka akan selalu menempel pada timnya. Gak heran banyak pengamat arsenal akan menjiplak Manchester City. 


Bisa dikatakan pertarungan MU Vs Arsenal ini adalah pertarungan tangan kanan dan tangan kiri Pep Guardiola. Tapi kita gak tau siapa tangan kanan dan siapa tangan kirinya. Karena istilah tangan kanan yang dimiliki manusia hanya satu tangan. 

Jika saja boleh menggunakan istilah tangan kanan untuk lebih dari satu. Maka akan lebih cocok menggunakan, pertarungan kedua tangan kanan sang master. Dengan ideologi sepak bola yang kembar, walau tidal identik. Karena pasti, kedua pelatih memiliki taste pribadi dari yang sudah dipelajari. 

Hanya satu yang pasti, fans Arsenal menginginkan Artetalah pemenangnya. Fans MU akan mengatakan kebalikannya, Ten Hag lah pemenangnya. Kita tunggu saja tanggal main, sebagai pembuktiannya. 

Sahabat Genius Footbal, jangan lupa ikuti terus analisis cerdas dan konten-konten terbaru secara otomatis, dengan klik tombol "ikuti" di pojok kiri atas blog. Salam sehat tanpa batas !