Followers

Saturday, September 9, 2023

Erick Thohir Terlalu Lebay dalam Menyikapi Kemenangan Timnas Indonesia U-23 Melawan China Taipei

Selamat buat kemenangan Timnas Indonesia U-23 melawan China Taipei. Skor 9-0 tentu bukan kaleng-kaleng, emang kemenangan yang membanggakan. Menakjubkan tentunya, kalau lawannya Vietnam, Thailand atau minimal Malaysia. Gak usah ke Inggris dulu lah, taklukkan Korea Selatan dengan skor itu saja, itu mungkin tidak berlebihan.

Skor 9-0 melawan negara setengah provinsi dengan materi pemain setengah profesional, itu apanya yang perlu terlalu dibanggakan. Bener-bener biasa saja Pak Mentri. Mohon dicek materi pemain yang diturunkan China Taipei, sebagian besar hanya sekumpulan calon guru penjas. Segelintir pemain yang berasal dari klub profesional.

Lebay sekali menyematkan generasi emas pada para pemain U-23. Terlalu dini menyematkan itu pada mereka. Khawatirnya, kata "emas" itu kuning dan gak semua yang kuning itu emas. Malah ngena ama yang menjijikkan.

Baca juga : Pertarungan Dua Murid Pep Guardiola di Laga Arsenal Vs MU

Melirik sedikit ke Eropa. Negara Belgia, yang dihuni para pemain pro semacam Hazard, mantan striker Madrid dan Chelsea, Debruyne maestro lini tengah Man. City, Vincent Kompany mantan bek tangguh Manc.City, Lukaku dan seabrek lainnya. Mereka gagal menunjukkan keemasan mereka, setelah mendapatkan julukan generasi emas. Bener-bener nol prestasi.


Dari predikat generasi emas itu, selanjutnya mereka menguap bagai asap. Gak ada tropi yang membanggakan negara yang bisa mereka raih. Mungkin terlalu kasar kalau menggiring opini, mereka bukan generasi emas itu kuning, tapi generasi kuning yang menjijikkan. Mereka bukan "The Facts" tapi "The Fuck'. Maaf canda jangan diambil hati.

Sepertinya kurang bijak juga, memberikan kritikan super pedas, sepedas cabe rawit, tapi sama sekali gak ada solusi. Sedikit masukan untuk mentri dan sekaligus ketua PSSI. U-23 di bawah kepelatihan Shin Tae-yong. Emang sudah memiliki fisik yang bisa bermain dengan durasi 90 menit plus, dengan intensitas tinggi. Terbukti ketika melawan Vietnam di beberapa waktu yang lalu.

Tae-yong pernah mengeluhkan fisik pemain timnas Indonesia yang hanya mampu bertahan brmain separuh babak dengan tensi tinggi. Clear masalah ini terselesaikan. Masalah tekhnik dasar seperti passing dan pemahaman taktik dan strategi permianan yang sering dikeluhkan head coach ini, juga sudah jarang terlihat. Artinya, pelatih berkebangsaan Korsel sukses membangun kekuatan sepak bola nasional.

Sebaiknya ketua PSSI gak cuma sibuk puji sana sini. Sama sekali gak ada manfaatnya buat Timnas Indonesia. Yang perlu dilakukan, pastikan personil timnas ini, ketika pensiun sejahtera, sehingga gak ada atlit berprestasi, jual piala, untuk nyambung hidup. Ikutkan, arahkan dan biayai mereka untuk mengambil lisensi kepelatihan sepak bola profesional, minimal level asia. Bagusnya sampai level Eropa.

Baca juga : Gaya Belajar Hans-Dieter Flick Sehingga Membawa Bayern Muenchen Juara Liga Champion Edisi 2019/2020

Asistensi kepelatihan emang penting di tubuh PSSI seperti Nova Arianto di era Tae-yong dan Bima Sakti di era Luiz Milla. Mereka bisa menyerap ilmu kepelatihan dan pengalaman melatih dari para pelatih hebat dunia yang kita datangkan. Selanjutnya alih ilmu kepelatihan dari mereka ke pelatih lokal.

Anak-anak berbakat dan berprestasi ini setelah lulus dari lisesnsi kepelatihan sepak bola profesinal, boleh diterjunkan pada seluruh SSB yang ada di Indonesia. Minimal seluruh provinsi ada. Syukur-syukur di seluruh kecamatan ada. Bukankah menaikkan target Indonesia juara dunia 2100san itu jauh lebih mudah? Kerjakan dong!

Salam sehat sejahtera !